Sabtu, 12 Desember 2015

Dia Penggantimu

“Bukan hanya kamu pemiik tangan hangat itu”

        Kukira aku sudah melupakanmu. Nyatanya kamu masih lalu lalang di pikiranku. Kupikir aku sudah tak membutuhkanmu. Nyatanya aku masih mencarimu. Kurasa aku sudah merelakanmu. Nyatanya aku masih memimpikanmu. Kamu.. Semuanya tentang kamu.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Hubungan kita bahkan sudah lama berakhir. Aku dengan jalanku. Kamu dengan jalanmu. Aku menyibukkan diri dan lambat laun aku mulai melupakanmu. Ya, begitulah yang semestinya terjadi jika saja hari ini tak kudapati kenangan kita lagi.

        Aku memang tidak berniat melupakanmu. Aku tak ingin melupakanmu yang sempat membuatku tertawa keras dan menangis sendu di waktu yang sama. Aku hanya ingin merelakanmu. Begitu pula dengan memori indah yang masih melekat di dalam ingatanku. Biarkan mereka disana. Biarkan mereka menghiasi celah-celah anganku yang masih kosong.
Tapi semuanya tak berlangsung lama. Sekarang, kamu hanyalah oase di tengah gurun. Kamu hanya fatamorgana cintaku yang entah sudah berapa lama terlupakan. Kamu muncul tenggelam begitu saja dan kian hari kian memudar.

Aku masih berenang dalam kubangan masa lalu ketika jemari hangat menyentuh tanganku yang dingin dan membawaku kembali ke dunia nyata. Dulu kamulah pemilik tangan hangat itu, namun seseorang berhasil mematahkan rekormu. Ia tersenyum kecil padaku. Senyumnya tulus layaknya senyummu dulu. Matanya menatapku dalam seperti yang kamu lakukan dulu. Ia menggenggam tanganku lebih erat dari yang kamu lakukan dulu.
Seketika otakku membeku dan senyum terukir di bibirku. Aku takkan mengulangi kesalahan yang pernah kubuat padanya. Ia masih menatapku dalam seakan ia tahu apa yang sedang kupikirkan. Genggamannya kian erat namun sorot matanya yang tulus dan berbinar tak pernah berubah sejak awal.

        Kukira tak ada yang bisa menggantikanmu hingga ia datang di tengah kebingungan hatiku untuk merelakanmu. Ia datang dengan halo, tidak sepertimu yang datang tanpa halo dan pergi tanpa selamat tinggal. Dan kuharap dia takkan pernah mengucapkan selamat tinggal untukku.

Teruntuk,

Si tangan hangat setahun silam



Minggu, 01 November 2015

Aku Iri Pada Mereka

        “Aku sangat iri dengan mereka yang beruntung lantas mendapatkan hadiah-hadiah kecil dari prianya”.
       
        Wanita senang saat pria mereka memberikannya sebuah buket mawar cantik dengan wangi semerbak yang menyeruak ke seluruh penjuru rongga dada. Wanita juga senang saat pria mereka memberikan mereka bungkusan coklat-coklat berbentuk hati dengan rasa yang beragam. Membuat lidah mereka merasakan sensasi romantik dan terhenti di jantung mereka. Wanita juga sangat senang ketika pria mereka memberikannya sebuah boneka lucu dan berukuran besar. Sebesar cinta pria mereka. Sebesar kasih sayang pria mereka.
Hal-hal kecil seperti itu adalah bentuk konkrit yang sering aku lihat akhir-akhir ini. Pria-pria disekitarku berbondong-bondong membeli hadiah untuk wanita mereka. Pria-pria itu saling bertukar pikiran dan pendapat. Mencocok-cocokkan kesukaan gadis mereka.
 Tidak. Aku tidak menulis ini karena aku benci hal-hal itu. Aku menulisnya karena aku sedikit iri. Ya, iri. Kapan kamu akan melakukan hal yang sama padaku? Maukah kamu melakukannya? Membuktikan rasa sayangmu dengan bingkisan kecil?

        Hari inipun sama saja. Aku melihat pria yang lain datang dengan seikat mawar merah di balik punggungnya. Berpakaian rapi nan klasik. Berpenampilan menarik bak Raja yang akan meminang Putri dari kerajaan lain. Sedang Si gadis nampak menyambut prianya dengan seutas senyum manis disusul dengan pelukan kecil. Kemudian mereka saling bertukar kasih sayang, tepat di depan mataku.
Sekali lagi, aku sangat iri.
Sungguh.. Akupun ingin kamu berikan setangkai bunga. Menyembunyikannya di balik punggungmu lantas mendaratkan sebuah kecupan kecil di dahiku. Kemudian kamu membisikkan kata-kata romantis tepat ditelingaku. Membayangkannya saja sudah cukup indah bagiku.

        Pasangan demi pasangan nampak sibuk lalu lalang di hadapanku. Saling bergandengan mesra. Bercanda satu sama lain. Mereka nampak bahagia dengan tawa kecil yang menyertai kebersamaan mereka. Ya.. Setidaknya aku pernah merasakan hal itu meski sudah lama sekali. Aku sendiri  hampir lupa bagaimana rasanya.
Aku terdiam.
Kulirik mereka yang tengah memadu kasih. Saling menyunggingkan senyum dan mengganggapku tak ada disekitar mereka. Mereka acuh. Tak melihatku sedikitpun. Entahlah. Mereka terlalu tenggelam dalam kebahagian mereka.
Kulihat sekali lagi seikat mawar merah yang dipegang erat oleh wanita yang beruntung itu. Kupandang lekat-lekat dan samar-samar kulihat duri kecil di mawar itu. Memang cantik dilihat sekilas dengan aromanya yang khas. Tapi jika diperhatikan, duri itu membuatku bergidik ngeri.
Aku takut hubungan mereka sama seperti sang mawar. Nampak sangat cantik namun juga berduri. Aku takut sekarang mereka bahagia dan esok mereka terluka. Aku takut saat mawar indah itu menjadi layu dimakan hari. Aku takut.
        Ah.. Tulisan ini makin abstrak saja.
Jadi, kapan kamu akan memberiku hadiah seperti yang mereka lakukan? Kapan kamu akan bertandang kerumahku dengan boneka beruang besar di tanganmu? Dan kapan kamu akan memberikanku sebungkus coklat lengkap dengan bunga? Oh.. Tapi tolong jangan berikan aku mawar. Aku tak ingin hubungan kita berduri. Berikan aku tulip yang berwarna halus. Berwarna suci. Bertanda hubungan kita akan sehalus dan sesuci sang tulip. Bertanda kita akan selalu mengatup seperti kelopaknya yang belum mekar. Melengkapi satu sama lain. Berpegangan erat apapun yang terjadi. Layaknya tulip-tulip yang tumbuh bersama di taman khayalanku.

Salam manis,

Gadis Lamamu.


Senin, 26 Oktober 2015

Senyummu Membunuhku

“Aku tak tahu namamu tapi senyummu membunuhku setiap hari”.

        Sudah 1x24 jam. Pikiranku membumbung entah kemana. Otakku tidak bekerja seperti biasanya. Hanya ada peristiwa kemarin yang di putar ulang. Terus terulang dalam pikiranku. Meski buram, tapi aku masih ingat jelas bagaimana rupamu. Bagaimana senyummu serta tingkah polosmu.
Kemarin adalah kali pertama aku melihatmu. Entah dengan cara apa tapi kamu berhasil menghipnotisku hanya dalam hitungan detik Aku bahkan tidak rela berkedip demi memperhatikanmu. Bahasa tubuhmu menyiratkan segalanya. Sorot mata hangatmu menandakan betapa lembutnya kamu. Kamu.. Membuatku ingin memilikimu.
Aku masih ingat senyuman itu. Kamu tidak mengumbarnya secara asal, tapi tulus dari hati. Suaramu begitu indah seakan menggelitik telingaku. Aku tahu ini mungkin nampak klise, tapi ketahuilah bahwa kamu sudah berhasil mencuri perhatianku.

        Hari ini aku kembali untuk menemuimu. Dan ya, kamu ada disana dengan senyum yang tidak pernah pudar. Suaramu masih sama. Tingkahmu juga. Dan lagi, aku kembali terhipnotis olehmu. Orang lain mungkin menganggapku gila dengan senyum miring sembari menatapmu dari kejauhan, tapi aku tidak peduli selama aku masih bisa melihatmu.
Hanya ada satu hal yang janggal dalam hatiku.
Aku takut. Aku takut untuk menyapamu. Aku terlalu takut untuk membuatmu mengenalku. Aku gugup. Kamu sudah meracuni pikiranku selama berhari-hari dan aku masih saja tak berani untuk bertegur sapa denganmu. Aku memang pencundang. Aku memang lemah. Aku bahkan tak berani melirikmu ketika kamu menangkap mataku yang tengah sbuk memperhatikanmu.

        Sayang, kamu membunuhku dengan senyumanmu. Kamu membunuhku disetiap detik ketika aku melihatmu. Kamu membunuhku dengan tingkah manismu. Ah, rasanya menyebalkan sekaligus indah secara bersamaan. Aku senang dengan kehadiranmu, tapi aku benci dengan diriku yang tak punya nyali untuk sekedar bertanya siapa namamu.
Untukmu yang tersenyum manis, biarkan aku merengkuhmu meski dari kejauhan.

Dari gadis penikmat senyummu

yang bahkan tak berani menyapamu..

Sabtu, 10 Oktober 2015

Sampai Jumpa, Cinta!

“Ada waktunya untuk bertemu dan berpisah. Ketika aku menemukanku, kutahu bahwa suatu saat kita akan terpisah”.

          Benar apa kata orang bahwa “Dimana ada pertemuan, disana ada perpisahan”. Aku sama sekali tak dapat memungkiri hukum rimba itu. Jika kamu tanya bagaimana rasanya, sungguh aku tidak bisa memberimu jawaban. Aku terlalu sakit, rapuh, hancur dan kecewa. Aku tidak pernah menyiapkan skenario perpisahan di benakku. Ya, Tuhan memang adil dalam menyusun rencana. Ia pertemukan kita di dalam romansa cinta yang begitu syahdu lantas di pisahkan-Nya kita dalam sebuah cerita cinta sendu tak berujung.
Kamu mungkin mulai bertanya-tanya mengapa aku tak pernah menanyakan kabarmu setelah kita saling berpisah. Atau mungkin kamu mulai gelisah dengan keadaanku yang bisa bernafas tanpamu. Ketahuilah, Sayang, bahwa aku baik-baik saja. Aku masih bisa tersenyum, tertawa, bahkan paru-paruku masih bekerja dengan sempurna. Sungguh, kabarku selalu baik. Aku menikmati kehidupanku yang mandiri tanpamu. Aku merealisasikan hal baik yang kamu berikan padaku. Perlahan aku kembali menjadi diriku seutuhnya meski kutahu takkan pernah sempurna tanpa dirimu.

          Ah, mungkin tulisan ini terlihat begitu menyedihkan. Kamu harus tahu, aku menulisnya agar kamu mengerti bahwa aku dapat melanjutkan impianku tanpamu. Bukan karena aku bahagia dengan kenyataan ini. Bukan pula karena aku senang saat kamu tak lagi bersamaku. Hanya orang bodoh yang tertawa saat cintanya berlalu begitu saja.
Sayang, aku ingin di pandang sebagai gadis kuat di matamu dan di mata orang lain. Aku ingin di lihat sebagai gadis tegar di mata semua orang. Aku tak ingin membiarkan keterpurukan menyengsarakan batinku. Walau hatiku kadang merintih kesakitan, tapi kutahu kamu ada sebagai obat penyembuhku. Kamu selalu ada di dalam pikiranku.

Sekali lagi kutegaskan, dimana ada pertemuan, disana ada perpisahan. Sama halnya dengan hubungan kita. Hubungan yang kita bangun bersama, berpondasikan mimpi, berbekal harapan dan usaha serta keinginan untuk mewujudkannya. Tak kusangka semua yang kita cita-citakan musnah hanya dalam hitungan detik diterpa nestapa percintaan yang mengenaskan. Membuatku bergidik ngeri tiap kali memori itu melintas di pikiranku.
Aku yakin bukan hanya aku yang merasakannya. Kamupun sama. Benar, kan? Kita boleh berpisah berpuluh-puluh mil jauhnya, tapi ketahuilah bahwa hati kita pernah terikat. Kamu pernah menuliskan namamu disana. Kamu pernah melukis pelangi indah disana. Dan mungkin kamu tengah menulis namamu di hati gadis lain sekarang.


Ditulis oleh gadis masa lalumu
yang mandiri sepeninggalanmu..  

Sabtu, 26 September 2015

Begitu Berharga

“Rugi rasanya mereka menyia-nyiakanmu. Rugi rasanya mereka menelantarkanmu”.

        Kamu adalah salah satu dari ribuan orang yang berharga di bumi. Kamu sangat berharga sehingga aku ingin menjagamu. Dengan fisikmu yang proporsional, ditambah nilai plus dari sikap dan sifatmu yang baik, kamupun kujadikan nominasi lelaki idamanku.
Cinta memang bukan prioritas utamaku, tapi harus ku akui kamulah yang menjadi inspirasiku. Semua hal kutujukan padamu. Sedang apa aku, bersama siapa aku, semuanya kubayangkan bila bersamamu. Kamu menyemangatiku secara tak langsung. Membuat segala yang kukerjakan terasa mudah dan ringan.
Kerap kali aku bertanya, tidak menyesalkah mereka meninggalkanmu? Sedang aku disini sangat ingin bersamamu. Tak rugikah mereka mencampakkanmu? Sedang aku ingin melindungimu. Bagaimana perasaanmu? Tak lelahkah kamu dengan cinta semu dari segelintir wanita abstrak?

        Kamu memang tidak sempurna. Tapi aku tahu kamu mencoba untuk sempurna. Sebagai pengamatmu dari jauh, aku tahu apa saja yang kamu lakukan demi membuat wanitamu bahagia. Kamu berusaha membuat kekasihmu tertawa saat ia kesal padamu. Kamu berusaha meminta maaf dengan tulus saat terjadi kesalahpahaman kecil antara kalian. Kamu berusaha meluangkan waktu di tengah sibuknya harimu saat itu. Tiap perhatian kecilmu membuatku bergidik ketika kubayangkan bahwa akulah wanitamu itu.
Tapi akupun tahu apa yang kamu dapatkan dari usahamu.
Kekasihmu hanya menatapmu heran, geram dan seakan menganggapmu aneh. Ia melihatmu inci demi inci kemudian pergi meninggalkanmu. Aku tahu kamu punya tanda tanya besar di kepalamu. Kukira kamu akan mengejarnya, tapi tidak. Kamu hanya mematung sambil duduk tenang dengan kepalamu yang menunduk.
Ia bukan wanita pertama yang melakukan hal ini padamu. Entahlah. Aku bingung denganmu. Tak ada percikan api di matamu. Hanya ada mata sayu dan senyum tipis di bibirmu. Aku memang sudah kebal melihat ekspresi wajahmu yang itu-itu saja, tapi tidakkah kamu merasa sakit walaupun sedikit?

        Kamu belum sadar bahwa dirimu begitu berharga. Setidaknya untukku. Aku geram melihatmu di buat bak mainan oleh mereka. Aku penat melihat usahamu yang tak di indahkan sedikitpun. Aku muak melihat senyum getirmu menahan sakit. Dan aku mulai lelah menjadi pengamatmu dari jauh.

Sekarang, biarkan aku menjadi pengobat hatimu. Biar kutunjukkan bagaimana rasanya dicintai dengan tulus. Akan kubagi rasa bahagiaku denganmu lantas menyayangimu sepenuh hatiku. Karena kamu terlalu berharga.

Dari wanita yang ingin memanjakanmu
dalam pelukannya..

Kamis, 06 Agustus 2015

Ku akui Kucinta

“Kamu pergi. Bahkan, sebelum ku utarakan isi hatiku padamu”.

       Malam ini kamu pergi. Kamu pergi meninggalkan aku beserta bingkisan berisi harapan tak sampai yang kamu beri secara cuma-cuma padaku. Bodohnya, aku menerima hadiahmu. Aku bahkan menerimanya dengan air mata yang setengah kering.

Hatiku teriris pilu.

Saat aku berbalik, kamu masih disana. Kupikir kamu sudah pergi. Tapi tidak. Kamu berdiri disana dengan senyum maskulinmu. Sekali lagi, kamu menaklukanku dengan satu tatapan hangatmu. Jika saja aku gila, aku pasti akan berlari ke arahmu lantas memelukmu erat sebelum kamu pergi. Ya, untung saja aku tidak gila.

        Perasaanku kacau balau. Tidak ada kata yang tepat untuk menjelaskannya. Terlebih saat punggungmu menghilang di balik keramaian. Aku seakan buta. Aku seakan bisu. Aku seakan tuli.
Dimana kamu?
Sudahkah kamu tiba dengan selamat?
Akankah kamu melupakanku?
Tidakkah kamu merindukanku?
Kamu meninggalkanku dengan beribu pertanyaan yang tak akan pernah terjawab.

        Sayang, dulu kamu datang tanpa halo dan sekarang pergi tanpa selamat tinggal. Tidakkah kamu pikir betapa sakitnya hati yang kamu tinggalkan?
Ya, aku memang tidak pernah mengungkapkan perasaanku. Tak satupun yang tahu. Tak satupun seseorang yang mengerti bagaimana rumitnya rasaku terhadapmu. Bahkan kamu sekalipun.
Kamu curang. Kamu datang dan membuaiku dalam pesonamu, membuatku lupa akan jalan pulang dan caranya kembali ke dunia nyata. Lantas kamu pergi tanpa sepatah katapun seolah aku dan kamu tidak pernah mengenal satu sama lain.

        Sekali lagi, malam ini kamu telah resmi pergi. Kamu pergi bahkan sebelum ku utarakan isi hatiku padamu. Kamu pergi bahkan sebelum kamu tahu bagaimana pedulinya aku padamu. Kamu pergi bahkan sebelum aku sempat merengkuhmu dalam diam. Kamu pergi bahkan sebelum aku dan kamu berubah menjadi “Kita”.

Untukmu yang datang tanpa halo

dan pergi tanpa selamat tinggal..

Sabtu, 01 Agustus 2015

Pengagum Nomor Satumu

”Aku suka menjadi pengagum rahasiamu”.

         Tahukah kamu sudah berapa lama aku menaruh hati padamu?
Aku ingat betul saat pertama kali mengenalmu tiga tahun silam. Kamu masih polos. Tapi dimataku, kamulah lelaki paling ideal yang pernah kutemui. Salah satu alasan mengapa aku langsung jatuh cinta padamu hanya dalam waktu delapan detik adalah karena senyumanmu. Senyuman dari bibir tipismu yang begitu maskulin.
Saat itu aku masih canggung. Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa. Aku tidak pintar basa-basi seperti kebanyakan orang. Aku juga tidak bisa langsung berterus terang. Namun satu yang pasti, jantungku berdegup kencang dan tak tahu caranya berhenti.
       
        Tahukah kamu bagaimana aku jika tak tahu kabarmu?
Aku uring-uringan. Bagai anak hilang yang tak tahu jalan pulang, begitupun aku. Sehari tanpa kabarmu serasa mencekik leherku. Meninggalkan bekas luka yang sedikit dalam. Inilah resiko menjadi pengagum rahasiamu. Siap tidak siap, aku harus menerima tiap kali kabarmu tak kunjung kuterima.
Ya, meski aku mengetahui semua tentangmu melalui dunia maya dan media sosial yang tak tersentuh. Harus ku akui bahwa aku menikmatinya. Sedikit pilu memang, tapi kembali ke awal bahwa inilah resiko yang harus kuterima.

        Tahukah kamu seberapa sering kamu masuk ke khayalanku?
Membayangkan melakukan sesuatu bersamamu adalah hobiku. Aku selalu menyempatkan diri untuk berkhayal tentangmu sebelum aku menutup hari. Kamu tidak tahu betapa besarnya energi yang kamu berikan padaku hanya dengan masuk ke khayalanku. Rasa lelah yang kurasakan seolah di tarik keluar begitu saja dari dalam tubuhku lantas kamu menggantinya dengan berjuta rasa nyaman.
Sekarang kutanya, kamu manusia atau peri penyembuh?

        Orang boleh bilang bahwa pekerjaan tersulit adalah memikul tittle sebagai Pengagum Rahasia. Tapi tidak bagiku. Aku menikmatinya. Aku menciptakan zona nyamanku sendiri tanpa seorangpun yang tahu. Aku melakukannya dengan sangat baik bahkan se-ekor semutpun tak tahu bahwa aku memendam perasaanku sudah cukup lama..

Bukan tidak peka, tapi kamu hanya belum mengerti. Karena aku percaya, aku dapat membuatmu jatuh cinta padaku suatu hari nanti.

Untuk lelaki yang selalu kusebut
namanya sebelum tidur..


Rabu, 29 Juli 2015

Namamu di Kertasku

        “Tuhan memberiku bakat untuk menulis agar aku dapat merangkai kata-kata indah tentangmu”

        Aku percaya bahwa semua orang memiliki bakat. Mereka punya keahlian di bidang yang berbeda meski banyak di antaranya masih tak mengerti apa bakat yang mereka miliki. Aku? Haruskah kujawab saat kamu telah melihat hasil dari bakatku?

Ya, aku suka menulis. Aku suka menyusun kata demi kata di kepalaku. Merangkainya menjadi sebuah kalimat-kalimat beruntun. Membuat mereka menjadi bermakna, seperti yang kamu baca saat ini.
Aku punya banyak objek yang bisa kutulis. Tapi entah mengapa seluruh objek itu mengarah kepadamu. Apapun yang kulihat selalu kamu. Apa yang kudengar selalu kamu. Bahkan apa yang kurasa.. Selalu kamu. Kemudian aku menuangkannya ke tulisan. Aku terlalu takut untuk mengutarakannya dengan bibirku. Tapi aku tahu, jariku dapat berbuat lebih.

Mungkin kamu sudah mulai bosan melihat begitu banyak tulisan-tulisan abstrakku tentangmu. Kamu mulai merasa muak dengan kegalauan hatiku di setiap tulisan. Tapi apa kamu pernah peduli? Apa pernah terbesit di pikiranmu bahwa kamulah sumber tulisan itu? Bahwa kamulah yang membuat jariku menari di atas kertas? Dan kamu jugalah yang membuat mereka tak henti merangkai frasa anggun?

        Aku tidak peduli. Selagi kamu masih terlihat olehku dan terdengar oleh telingaku, maka aku akan terus menulis kisah cintaku yang malang ini.
Kapan tulisan ini akan menjadi tulisan yang indah?
Ya, semua orang menanyakan hal itu padaku. Jujur, akupun tak tahu pasti. Akankah ini berakhir bahagia? Atau tulisan-tulisanku hanya berbekas tak berarti?
        Jari ini seakan enggan untuk berhenti menari. Mereka menorehkan goresan-goresan pena di atas secarik kertas. Menuliskan namamu di setiap barisnya. Seakan berharap untuk kamu balas. Seolah merintih untuk kamu jamah. Ah.. Betapa bodohnya.
Aku tidak mengerti mengapa jari ini tak bisa menuliskan nama orang lain dengan baik. Saat kucoba, nama mereka menjadi pudar. Hilang dimakan usangnya kertas. Rapuh. Tak sama seperti namamu yang selalu kujaga di setiap lembarnya. Sangat sayang untuk kubuang mengingat semua lika-liku perjuangan cintaku terhadapmu.

Tapi apakah kertas bertuliskan namamu ini dapat membuatmu jatuh cinta padaku?
Tolong.. Aku mohon. Untuk pertama kali, jawab aku. Tolong jawab pertanyaanku. Akankah kamu menoleh padaku? Ataukah kamu akan memalingkan wajahmu lantas menyobek kertas ini? Apa itu yang akan kamu lakukan?
        Ah.. Sudah cukup sampai disini. Akan kusimpan satu tulisan lagi untukmu. Akan kubawa pergi bersama cinta sepihakku. Takkan kubiarkan seorangpun menyentuh kertas dengan namamu ini. Aku berjanji.


Untuk lelaki yang selalu kutulis namanya..

Selasa, 28 Juli 2015

Kamu Pelengkap Hidupku

"Karena kamulah pengisi kanvas kehidupanku”.

          Kamu adalah objek penglihatan paling indah yang pernah kutemukan. Kamu adalah lukisan di setiap kanvasku. Kamu pula penyebab sedih dan senangku. Mengagumi dan mencintaimu dari kejauhan adalah hobiku. Kamu menginspirasi tiap keping hidupku dan membuatnya makin berwarna dari hari ke hari. Kamu pula sebab kuasku menari setiap saat. Melukis indah raut wajahmu, lengkap dengan lesung pipimu yang sangat manis bak pangeran di masa lampau. Aku tahu, kini aku terlarut dalam pesonamu.
Ya, aku memang tidak tahu diri. Aku selalu berusaha mencari kabarmu, mencuri pandang padamu dan terkadang aku bertingkah seperti penguntit yang siap sedia mengikuti langkahmu kemanapun kamu pergi. Aku tak ingin melewati satupun dari harimu. Aku ingin kamu sadar bahwa ada satu wanita yang sangat mendambakanmu, yaitu aku. Sungguh, kuharap kamu tahu itu cepat atau lambat.

          Aku baru tahu bahwa cinta sebegini indahnya. Kadang membuatku tersenyum sendiri dan terkadang membuatku tersipu akibat ulah lucumu. Saat ini, aku bahkan tidak membenarkan bahwa cinta dapat menimbulkan luka, perih dan sakit hati. Satu-satunya yang aku tahu bahwa aku mencintaimu dengan seluruh hatiku. Apapun itu, aku mencintaimu.

Seperti hari ini, wajahmu telah terlukis indah di kanvas putihku. Tersenyum kecil padaku dann lagi-lagi membuatku tersipu malu. Matamu begitu bulat dan berwarna coklat kehitaman. Benar-benar lelaki idamanku. Kamu selalu membuatku kaku dalam sejuta daya pikatmu. Ah, aku benci diriku sendiri yang tak berani mengatakan bahwa akulah gadismu yang kamu nantikan.
Egois memang. Aku tak ingin satupun wanita lain menikmati indahnya dirimu. Aku sensi. Aku sensitif dan aku tak ingin berbagi dengan orang lain. Biarlah aku seorang yang hanyut dalam cintamu. Biarlah aku seorang yang bisa merasakan perasaan abstrak ini.

          Jika suatu hari nanti, Tuhan mengizinkanku untuk memilikimu, aku berjanji untuk tidak melukaimu. Aku berjanji untuk tidak menyia-nyiakan dirimu. Akupun berjanji untuk selalu berada disisimu, ketika kamu membutuhkanku ataupun tidak, aku akan terus berada disampingmu. Mendukungmu dan mencintaimu. Demi apapun, aku berjanji untuk memperlakukanmu dengan baik sebagaimana aku mencintaimu.
Perasaan memang tak bisa berbohong. Aku terlalu mencintaimu. Kapankah kamu akan menyadari hatiku ini? Tidakkah kamu merasakan hal yang sama?

Untuk seseorang yang diam-diam 
kucintai..


Minggu, 26 Juli 2015

Selamat Datang, Cinta!

“Kusuguhkan kamu secangkir kasih nan hangat di sambut sepotong cinta yang sempurna”.

          Hari ini hujan nampak sangat indah. Tiap tetesannya kunikmati dengan sendu. Jendela berembun tanda bumi telah basah untuk waktu yang lama. Namun ada satu yang berbeda hari ini. Ya, kamu.
Kamu nampak sangat kebingungan di bawah rintik hujan. Payung hitam yang kamu pegang menambah karisma dirimu. Aku terus memerhatikanmu dari balik jendela. Kamu berjalan ke kanan, namun kembali ke tempat semula. Kamu berjalan ke kiri, kemudian kembali seperti semula. Kamu melakukannya berulang kali hingga membuatku tertawa kecil. Kamu terlalu lucu.

Apa yang kamu cari? Apa yang kamu tunggu?

          Untuk beberapa menit, kamu berdiri tepat di tengah hujan. Berdiam diri sembari menutup mata seakan mencari cara untuk kembali pulang. Sedetik kemudian, payung di tanganmu jatuh ke tanah. Aku terkejut. Kenapa? Apa aku harus menghamburmu keluar dan menarikmu masuk? Tapi tak kulakukan saat seutas senyum kamu sunggingkan dari bibir tipismu. Aku makin tak mengerti.
Aku kembali memerhatikanmu yang kini mulai basah dari kepala sampai kaki. Membiarkan air hujan menggerayangi tubuhmu. Senyummu tak pernah luntur. Hingga kemudian kamu mendongak ke arahku dan membuka pelan matamu. Kamu tersenyum untukku.
Saat itu aku baru mengerti. Kamu berdiri untukku. Menimang-nimang perkataan yang tepat untukku. Mengumpulkan keberanian untuk berbicara padaku. Tak butuh waktu lama, kamu sudah membuatku jatuh cinta. Kamu membuat kupu-kupu di perutku terbang kesana-kemari. Hujan menjadi saksi keberanianmu dan kini aku berdiri tepat di hadapanmu.

          Kamu masih tersenyum. Satu-satunya senyum termanis yang pernah kulihat. Kulitmu basah bermandikan air hujan. Aku masih bertanya pada diriku sendiri apa yang harus kulakukan selanjutnya saat kamu sudah mendekapku dalam diam. Terasa dingin dan hangat di waktu yang bersamaan.
Pikiranku berpusat padamu. Dengan aroma tubuhmu yang kian memudar, akupun tenggelam dalam cinta yang kamu berikan. Kini aku dan kamu telah menjadi pasangan bahagia di bawah hujan. Suasana sendu telah berubah menjadi haru. Kamu terlalu manis untuk kusia-siakan. Kamu terlalu berarti untuk kutinggalkan. Untuk beberapa alasan, kamulah lelaki yang selama ini kunanti.

Kita tak saling mengucap kata untuk waktu yang lama. Hanya deru nafas berpacu kencang dan degupan jantung yang terdengar. Aku bisa merasakan pelukanmu seketika erat dan saat itulah kamu berbisik pelan di telingaku. “Selamat datang, Cinta”.

Untuk lelaki manisku dengan
payung cinta di tangannya..