Rabu, 29 Juli 2015

Namamu di Kertasku

        “Tuhan memberiku bakat untuk menulis agar aku dapat merangkai kata-kata indah tentangmu”

        Aku percaya bahwa semua orang memiliki bakat. Mereka punya keahlian di bidang yang berbeda meski banyak di antaranya masih tak mengerti apa bakat yang mereka miliki. Aku? Haruskah kujawab saat kamu telah melihat hasil dari bakatku?

Ya, aku suka menulis. Aku suka menyusun kata demi kata di kepalaku. Merangkainya menjadi sebuah kalimat-kalimat beruntun. Membuat mereka menjadi bermakna, seperti yang kamu baca saat ini.
Aku punya banyak objek yang bisa kutulis. Tapi entah mengapa seluruh objek itu mengarah kepadamu. Apapun yang kulihat selalu kamu. Apa yang kudengar selalu kamu. Bahkan apa yang kurasa.. Selalu kamu. Kemudian aku menuangkannya ke tulisan. Aku terlalu takut untuk mengutarakannya dengan bibirku. Tapi aku tahu, jariku dapat berbuat lebih.

Mungkin kamu sudah mulai bosan melihat begitu banyak tulisan-tulisan abstrakku tentangmu. Kamu mulai merasa muak dengan kegalauan hatiku di setiap tulisan. Tapi apa kamu pernah peduli? Apa pernah terbesit di pikiranmu bahwa kamulah sumber tulisan itu? Bahwa kamulah yang membuat jariku menari di atas kertas? Dan kamu jugalah yang membuat mereka tak henti merangkai frasa anggun?

        Aku tidak peduli. Selagi kamu masih terlihat olehku dan terdengar oleh telingaku, maka aku akan terus menulis kisah cintaku yang malang ini.
Kapan tulisan ini akan menjadi tulisan yang indah?
Ya, semua orang menanyakan hal itu padaku. Jujur, akupun tak tahu pasti. Akankah ini berakhir bahagia? Atau tulisan-tulisanku hanya berbekas tak berarti?
        Jari ini seakan enggan untuk berhenti menari. Mereka menorehkan goresan-goresan pena di atas secarik kertas. Menuliskan namamu di setiap barisnya. Seakan berharap untuk kamu balas. Seolah merintih untuk kamu jamah. Ah.. Betapa bodohnya.
Aku tidak mengerti mengapa jari ini tak bisa menuliskan nama orang lain dengan baik. Saat kucoba, nama mereka menjadi pudar. Hilang dimakan usangnya kertas. Rapuh. Tak sama seperti namamu yang selalu kujaga di setiap lembarnya. Sangat sayang untuk kubuang mengingat semua lika-liku perjuangan cintaku terhadapmu.

Tapi apakah kertas bertuliskan namamu ini dapat membuatmu jatuh cinta padaku?
Tolong.. Aku mohon. Untuk pertama kali, jawab aku. Tolong jawab pertanyaanku. Akankah kamu menoleh padaku? Ataukah kamu akan memalingkan wajahmu lantas menyobek kertas ini? Apa itu yang akan kamu lakukan?
        Ah.. Sudah cukup sampai disini. Akan kusimpan satu tulisan lagi untukmu. Akan kubawa pergi bersama cinta sepihakku. Takkan kubiarkan seorangpun menyentuh kertas dengan namamu ini. Aku berjanji.


Untuk lelaki yang selalu kutulis namanya..

Selasa, 28 Juli 2015

Kamu Pelengkap Hidupku

"Karena kamulah pengisi kanvas kehidupanku”.

          Kamu adalah objek penglihatan paling indah yang pernah kutemukan. Kamu adalah lukisan di setiap kanvasku. Kamu pula penyebab sedih dan senangku. Mengagumi dan mencintaimu dari kejauhan adalah hobiku. Kamu menginspirasi tiap keping hidupku dan membuatnya makin berwarna dari hari ke hari. Kamu pula sebab kuasku menari setiap saat. Melukis indah raut wajahmu, lengkap dengan lesung pipimu yang sangat manis bak pangeran di masa lampau. Aku tahu, kini aku terlarut dalam pesonamu.
Ya, aku memang tidak tahu diri. Aku selalu berusaha mencari kabarmu, mencuri pandang padamu dan terkadang aku bertingkah seperti penguntit yang siap sedia mengikuti langkahmu kemanapun kamu pergi. Aku tak ingin melewati satupun dari harimu. Aku ingin kamu sadar bahwa ada satu wanita yang sangat mendambakanmu, yaitu aku. Sungguh, kuharap kamu tahu itu cepat atau lambat.

          Aku baru tahu bahwa cinta sebegini indahnya. Kadang membuatku tersenyum sendiri dan terkadang membuatku tersipu akibat ulah lucumu. Saat ini, aku bahkan tidak membenarkan bahwa cinta dapat menimbulkan luka, perih dan sakit hati. Satu-satunya yang aku tahu bahwa aku mencintaimu dengan seluruh hatiku. Apapun itu, aku mencintaimu.

Seperti hari ini, wajahmu telah terlukis indah di kanvas putihku. Tersenyum kecil padaku dann lagi-lagi membuatku tersipu malu. Matamu begitu bulat dan berwarna coklat kehitaman. Benar-benar lelaki idamanku. Kamu selalu membuatku kaku dalam sejuta daya pikatmu. Ah, aku benci diriku sendiri yang tak berani mengatakan bahwa akulah gadismu yang kamu nantikan.
Egois memang. Aku tak ingin satupun wanita lain menikmati indahnya dirimu. Aku sensi. Aku sensitif dan aku tak ingin berbagi dengan orang lain. Biarlah aku seorang yang hanyut dalam cintamu. Biarlah aku seorang yang bisa merasakan perasaan abstrak ini.

          Jika suatu hari nanti, Tuhan mengizinkanku untuk memilikimu, aku berjanji untuk tidak melukaimu. Aku berjanji untuk tidak menyia-nyiakan dirimu. Akupun berjanji untuk selalu berada disisimu, ketika kamu membutuhkanku ataupun tidak, aku akan terus berada disampingmu. Mendukungmu dan mencintaimu. Demi apapun, aku berjanji untuk memperlakukanmu dengan baik sebagaimana aku mencintaimu.
Perasaan memang tak bisa berbohong. Aku terlalu mencintaimu. Kapankah kamu akan menyadari hatiku ini? Tidakkah kamu merasakan hal yang sama?

Untuk seseorang yang diam-diam 
kucintai..


Minggu, 26 Juli 2015

Selamat Datang, Cinta!

“Kusuguhkan kamu secangkir kasih nan hangat di sambut sepotong cinta yang sempurna”.

          Hari ini hujan nampak sangat indah. Tiap tetesannya kunikmati dengan sendu. Jendela berembun tanda bumi telah basah untuk waktu yang lama. Namun ada satu yang berbeda hari ini. Ya, kamu.
Kamu nampak sangat kebingungan di bawah rintik hujan. Payung hitam yang kamu pegang menambah karisma dirimu. Aku terus memerhatikanmu dari balik jendela. Kamu berjalan ke kanan, namun kembali ke tempat semula. Kamu berjalan ke kiri, kemudian kembali seperti semula. Kamu melakukannya berulang kali hingga membuatku tertawa kecil. Kamu terlalu lucu.

Apa yang kamu cari? Apa yang kamu tunggu?

          Untuk beberapa menit, kamu berdiri tepat di tengah hujan. Berdiam diri sembari menutup mata seakan mencari cara untuk kembali pulang. Sedetik kemudian, payung di tanganmu jatuh ke tanah. Aku terkejut. Kenapa? Apa aku harus menghamburmu keluar dan menarikmu masuk? Tapi tak kulakukan saat seutas senyum kamu sunggingkan dari bibir tipismu. Aku makin tak mengerti.
Aku kembali memerhatikanmu yang kini mulai basah dari kepala sampai kaki. Membiarkan air hujan menggerayangi tubuhmu. Senyummu tak pernah luntur. Hingga kemudian kamu mendongak ke arahku dan membuka pelan matamu. Kamu tersenyum untukku.
Saat itu aku baru mengerti. Kamu berdiri untukku. Menimang-nimang perkataan yang tepat untukku. Mengumpulkan keberanian untuk berbicara padaku. Tak butuh waktu lama, kamu sudah membuatku jatuh cinta. Kamu membuat kupu-kupu di perutku terbang kesana-kemari. Hujan menjadi saksi keberanianmu dan kini aku berdiri tepat di hadapanmu.

          Kamu masih tersenyum. Satu-satunya senyum termanis yang pernah kulihat. Kulitmu basah bermandikan air hujan. Aku masih bertanya pada diriku sendiri apa yang harus kulakukan selanjutnya saat kamu sudah mendekapku dalam diam. Terasa dingin dan hangat di waktu yang bersamaan.
Pikiranku berpusat padamu. Dengan aroma tubuhmu yang kian memudar, akupun tenggelam dalam cinta yang kamu berikan. Kini aku dan kamu telah menjadi pasangan bahagia di bawah hujan. Suasana sendu telah berubah menjadi haru. Kamu terlalu manis untuk kusia-siakan. Kamu terlalu berarti untuk kutinggalkan. Untuk beberapa alasan, kamulah lelaki yang selama ini kunanti.

Kita tak saling mengucap kata untuk waktu yang lama. Hanya deru nafas berpacu kencang dan degupan jantung yang terdengar. Aku bisa merasakan pelukanmu seketika erat dan saat itulah kamu berbisik pelan di telingaku. “Selamat datang, Cinta”.

Untuk lelaki manisku dengan
payung cinta di tangannya..