Senin, 23 Mei 2016

Terima Kasih, Sayang


Awalnya aku ragu saat kita berjanji untuk mulai berkomitmen. Awalnya aku takut jika hubungan ini berakhir sama seperti sebelumnya. Akupun bingung harus kuiyakan ataukah kutolak permintaanmu. Jujur aku mulai tertarik padamu. Kamu mulai mengisi ruang kosong di salah satu celah hatiku dengan candamu, senyummu juga perhatian-perhatian kecil yang tak pernah absen kamu berikan padaku tiap hari.

Rasa sukaku yang bisa dibilang tak beralasan ini membuatku makin penasaran dengan sosokmu. Bagaimana selama ini kamu menjalani hidupmu. Bagaimana kamu bergaul dengan orang lain. Dan bagaimana kamu bisa memiliki wajah yang tak pernah luput dari tawa khasmu. Entahlah, semakin aku ingin tahu tentangmu, semakin besar pula rasa sukaku terhadapmu.

Aku pernah bilang padamu kalau aku takut untuk jatuh cinta lagi. Aku takut merasakan sakit yang pernah kurasakan sebelumnya. Masih kuingat jelas bagaimana rasanya kala itu. Dimana aku seorang diri berjuang dengan kehidupan cintaku yang semrawut dan tidak berujung. Kupikir kamu lupa dengan perkataanku, tapi tidak. Kamu masih mengingatnya. Dan yang kutahu, kamu membuatku lupa bagaimana rasanya disakiti.

Hingga sekarang, hingga hari ini, aku masih menyandang predikat sebagai kekasihmu. Hari-hari yang kita lewati memang tidak selalu sempurna, namun aku bahagia dengan hadirmu, dengan tawa khasmu, jemari lentikmu serta bisikan-bisikan romantis yang selalu kamu ucapkan di telingaku.
Aku bukanlah gadis yang pandai merangkai kata-kata indah lantas mengucapkannya langsung padamu. Bukan pula gadis yang pandai membuat kejutan dengan kue dan lilin sebagai properti utama. Aku tipe gadis yang tidak bisa melakukan hal-hal manis secara verbal. Semuanya kutuangkan lewat tulisanku, seperti sekarang ini. Untungnya, kamu mengerti itu. Kamu mengerti kekuranganku.

Ah, kukira aku tak bisa jatuh cinta lagi. Kukira aku akan lupa bagaimana nyamannya bersandar pada pundak yang terkasih. Bahkan, kupikir aku akan amnesia dan mulai melupakan bagaimana indahnya punya seseorang yang bisa kubangunkan saat jam tiga pagi hanya karena mimpi buruk.

Sayang, mungkin kamu bukan cinta pertamaku. Bukan pula lelaki pertama yang merangkai memori indah bersamaku di masa lalu. Namun aku tahu bahwa kamulah orang yang Ia kirimkan saat lubang di hatiku mulai menganga. Perlahan, kamu mulai menutup lubang dalam nan perih itu.

Terima kasih. Aku hanya ingin mengatakan itu. Meski bibirku tak pernah mengatakannya langsung, percayalah bahwa aku sangat bersyukur dengan kehadiranmu. Terima kasih karena sudah datang dan menetap di hatiku. Terima kasih karena selalu meluangkan waktumu yang berharga denganku. Terima kasih karena membuatku lupa bagaimana rasanya dikhianati. Dan terima kasih pula karena membuatku merasa menjadi perempuan yang paling beruntung di dunia.

Untukmu, lelaki berjari lentik yang menggenggam

erat jari dan hatiku..