Minggu, 01 November 2015

Aku Iri Pada Mereka

        “Aku sangat iri dengan mereka yang beruntung lantas mendapatkan hadiah-hadiah kecil dari prianya”.
       
        Wanita senang saat pria mereka memberikannya sebuah buket mawar cantik dengan wangi semerbak yang menyeruak ke seluruh penjuru rongga dada. Wanita juga senang saat pria mereka memberikan mereka bungkusan coklat-coklat berbentuk hati dengan rasa yang beragam. Membuat lidah mereka merasakan sensasi romantik dan terhenti di jantung mereka. Wanita juga sangat senang ketika pria mereka memberikannya sebuah boneka lucu dan berukuran besar. Sebesar cinta pria mereka. Sebesar kasih sayang pria mereka.
Hal-hal kecil seperti itu adalah bentuk konkrit yang sering aku lihat akhir-akhir ini. Pria-pria disekitarku berbondong-bondong membeli hadiah untuk wanita mereka. Pria-pria itu saling bertukar pikiran dan pendapat. Mencocok-cocokkan kesukaan gadis mereka.
 Tidak. Aku tidak menulis ini karena aku benci hal-hal itu. Aku menulisnya karena aku sedikit iri. Ya, iri. Kapan kamu akan melakukan hal yang sama padaku? Maukah kamu melakukannya? Membuktikan rasa sayangmu dengan bingkisan kecil?

        Hari inipun sama saja. Aku melihat pria yang lain datang dengan seikat mawar merah di balik punggungnya. Berpakaian rapi nan klasik. Berpenampilan menarik bak Raja yang akan meminang Putri dari kerajaan lain. Sedang Si gadis nampak menyambut prianya dengan seutas senyum manis disusul dengan pelukan kecil. Kemudian mereka saling bertukar kasih sayang, tepat di depan mataku.
Sekali lagi, aku sangat iri.
Sungguh.. Akupun ingin kamu berikan setangkai bunga. Menyembunyikannya di balik punggungmu lantas mendaratkan sebuah kecupan kecil di dahiku. Kemudian kamu membisikkan kata-kata romantis tepat ditelingaku. Membayangkannya saja sudah cukup indah bagiku.

        Pasangan demi pasangan nampak sibuk lalu lalang di hadapanku. Saling bergandengan mesra. Bercanda satu sama lain. Mereka nampak bahagia dengan tawa kecil yang menyertai kebersamaan mereka. Ya.. Setidaknya aku pernah merasakan hal itu meski sudah lama sekali. Aku sendiri  hampir lupa bagaimana rasanya.
Aku terdiam.
Kulirik mereka yang tengah memadu kasih. Saling menyunggingkan senyum dan mengganggapku tak ada disekitar mereka. Mereka acuh. Tak melihatku sedikitpun. Entahlah. Mereka terlalu tenggelam dalam kebahagian mereka.
Kulihat sekali lagi seikat mawar merah yang dipegang erat oleh wanita yang beruntung itu. Kupandang lekat-lekat dan samar-samar kulihat duri kecil di mawar itu. Memang cantik dilihat sekilas dengan aromanya yang khas. Tapi jika diperhatikan, duri itu membuatku bergidik ngeri.
Aku takut hubungan mereka sama seperti sang mawar. Nampak sangat cantik namun juga berduri. Aku takut sekarang mereka bahagia dan esok mereka terluka. Aku takut saat mawar indah itu menjadi layu dimakan hari. Aku takut.
        Ah.. Tulisan ini makin abstrak saja.
Jadi, kapan kamu akan memberiku hadiah seperti yang mereka lakukan? Kapan kamu akan bertandang kerumahku dengan boneka beruang besar di tanganmu? Dan kapan kamu akan memberikanku sebungkus coklat lengkap dengan bunga? Oh.. Tapi tolong jangan berikan aku mawar. Aku tak ingin hubungan kita berduri. Berikan aku tulip yang berwarna halus. Berwarna suci. Bertanda hubungan kita akan sehalus dan sesuci sang tulip. Bertanda kita akan selalu mengatup seperti kelopaknya yang belum mekar. Melengkapi satu sama lain. Berpegangan erat apapun yang terjadi. Layaknya tulip-tulip yang tumbuh bersama di taman khayalanku.

Salam manis,

Gadis Lamamu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar