Awalnya aku ragu saat kita berjanji untuk mulai berkomitmen.
Awalnya aku takut jika hubungan ini berakhir sama seperti sebelumnya. Akupun bingung
harus kuiyakan ataukah kutolak permintaanmu. Jujur aku mulai tertarik padamu.
Kamu mulai mengisi ruang kosong di salah satu celah hatiku dengan candamu,
senyummu juga perhatian-perhatian kecil yang tak pernah absen kamu berikan
padaku tiap hari.
Rasa sukaku yang bisa dibilang tak beralasan ini membuatku
makin penasaran dengan sosokmu. Bagaimana selama ini kamu menjalani hidupmu.
Bagaimana kamu bergaul dengan orang lain. Dan bagaimana kamu bisa memiliki
wajah yang tak pernah luput dari tawa khasmu. Entahlah, semakin aku ingin tahu
tentangmu, semakin besar pula rasa sukaku terhadapmu.
Aku pernah bilang padamu kalau aku takut untuk jatuh cinta
lagi. Aku takut merasakan sakit yang pernah kurasakan sebelumnya. Masih kuingat
jelas bagaimana rasanya kala itu. Dimana aku seorang diri berjuang dengan
kehidupan cintaku yang semrawut dan tidak berujung. Kupikir kamu lupa dengan
perkataanku, tapi tidak. Kamu masih mengingatnya. Dan yang kutahu, kamu
membuatku lupa bagaimana rasanya disakiti.
Hingga sekarang, hingga hari ini, aku masih menyandang
predikat sebagai kekasihmu. Hari-hari yang kita lewati memang tidak selalu
sempurna, namun aku bahagia dengan hadirmu, dengan tawa khasmu, jemari lentikmu
serta bisikan-bisikan romantis yang selalu kamu ucapkan di telingaku.
Aku bukanlah gadis yang pandai merangkai kata-kata indah
lantas mengucapkannya langsung padamu. Bukan pula gadis yang pandai membuat
kejutan dengan kue dan lilin sebagai properti utama. Aku tipe gadis yang tidak
bisa melakukan hal-hal manis secara verbal. Semuanya kutuangkan lewat tulisanku,
seperti sekarang ini. Untungnya, kamu mengerti itu. Kamu mengerti kekuranganku.
Ah, kukira aku tak bisa jatuh cinta lagi. Kukira aku akan
lupa bagaimana nyamannya bersandar pada pundak yang terkasih. Bahkan, kupikir
aku akan amnesia dan mulai melupakan bagaimana indahnya punya seseorang yang
bisa kubangunkan saat jam tiga pagi hanya karena mimpi buruk.
Sayang, mungkin kamu bukan cinta pertamaku. Bukan pula
lelaki pertama yang merangkai memori indah bersamaku di masa lalu. Namun aku
tahu bahwa kamulah orang yang Ia kirimkan saat lubang di hatiku mulai menganga.
Perlahan, kamu mulai menutup lubang dalam nan perih itu.
Terima kasih. Aku hanya ingin mengatakan itu. Meski bibirku
tak pernah mengatakannya langsung, percayalah bahwa aku sangat bersyukur dengan
kehadiranmu. Terima kasih karena sudah datang dan menetap di hatiku. Terima
kasih karena selalu meluangkan waktumu yang berharga denganku. Terima kasih
karena membuatku lupa bagaimana rasanya dikhianati. Dan terima kasih pula
karena membuatku merasa menjadi perempuan yang paling beruntung di dunia.
Untukmu, lelaki berjari
lentik yang menggenggam
erat jari dan hatiku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar